Selasa, 07 Oktober 2014
Materi karawitan untuk kelas 10 SMABA
BAB I
PENDAHULUAN
I.
PENGERTIAN KARAWITAN :
KARAWITAN berasal
dari kata RAWITA atau RAWIT
mendapat awalan dan akhiran (
ka--an ). Rawit berarti Halus, Indah, Remit
(
teliti sampai sekecil-kecilnya ). Jadi
Karawitan berarti kumpulan
segala
hal
yang mengandung kehalusan,
indah dan remit.
Berdasarkan perkembanngannya , Karawitan
mempunyai arti , yaitu :
- Dalam arti Luas : berarti Seni Suara atau Musik
- Dalam arti Khusus : salah satu bentuk seni suara ( tetabuhan atau
Instrumental
) yang menggunakan peralatan Gamelan.
Di
Indonesia banyak terdapat Karawitan antara
lain : Karawitan Jawa,
Karawitan Sunda,
Karawitan Bali dan lain-lainnya. Sedangkan
didalam
Karawitan
Jawa terdapat Karawitan Jawa GAYA
Surakarta, gaya
Yogyakarta, Banyumas,
Banyuwangi dan lainnya.
Dalam Ikhtisar buku
Ini adalah
Karawitan Jawa gaya Surakarta.
II.
GAMELAN (
GANGSA )
A.
PENGERTIAN tentang Gamelan ( Gangsa ) :
Gamelan
( Gangsa ) adalah seperangkat peralatan yang dipergunakan
dalam Karawitan.
1. Gangsa
Ialah berasal
dari kata Tembaga dan
Rejasa yang disingkat (Ga – sa)
yang akhirnya
menjadi kata Gangsa. Sedangkan
perpaduan dari bahan
tembaga dan
rejasa menghasilkan Perunggu
. Pengertian
gangsa sendiri
sebagai bahasa
halusnya (Jawa) untuk istilah Gamelan.
2.
Gamelan Gedhe
Ialah gamelan yang
besar-besar yang bahannya
terbuat dari perunggu.
3.
Gamelan
Sengganen
Ialah gamelan yang
bahannya terbuat dari
perunggu, yang wujudnya
kecil-kecil berbentuk
bilah.
4.
Gamelan
cilik
Ialah
gamelan yang berwujud kecil-kecil yang terbuat
dari besi atau
Logam lainnya
( seperti kuningan ).
5.
Gamelan
seperangkat
Ialah gamelan
yang lengkap ricikan-nya.
6.
Ricikan Gamelan
Ialah
satu
persatu dari peralatan
gamelan yang ditabuh/dipukul
7.
Wilahan
Ialah
bagian dari ricikan gamelan yang
terbuat dari perunggu, besi atau logam
lainnya.
8.
Plangkan
Ialah bagian dari
ricikan gamelan yang
terbuat dari kayu :
a.
Rancakan : plangkan pada Bonang, Kenong, kempyang, Kethuk.
b.
Pangkon : plangkan pada
Demung, saron, Peking.
c.
Grobogan : plangkan pada
Gender, Slenthem.
d.
Gayor : plangkan untuk
menggantung kempul dan
gong.
9.
Pluntur
Ialah tali-tali
yang digunakan pada
Gender , bonang dan
slenthem.
10. Klante
Ialah tali-tali
yang digunakan pada kempyang, kethuk, kenong, kempul
dan Gong.
B.
PENGGOLONGAN Gamelan Jawa
1. Menurut
LARAS-nya terdiri dari :
a. Gamelan LARAS
SLENDRO
b. Gamelan LARAS
PELOG
2. Menurut RICIKAN dan BAGIAN-nya terdiri dari :
a.
RICIKAN gamelan
Bagian LAGU :
1. Rebab
2. Gender Barung
3. Gender Penerus
4. Gambang
5. Clempung
, Siter
6. Suling
7. Bonang Barung
8. Bonang Penerus
9. Slenthem
10. Demung
11. Saron
12. Saron Penerus
(peking)
b. RICIKAN
gamelan
Bagian IRAMA :
1. Kendhang
2. Kenong
3. Kempul
4. Gong
5. Kethuk
6. Kempyang
3. KETERANGAN untuk
masing-masing RICIKAN sbb :
a.. Rebab : ada
satu macam saja.
Untuk keperluan 2(dua)
perangkat gamelan (slendro-pelog) sebaiknya
disediakan
2 buah rebab, khususnya untuk laras
pelog
Lima ( Pl.5 ).
b..
Gender Barung :
Tiap gamelan
Slendro dan Pelog ada 3 buah,
1
buah untuk slendro, 2 buah untuk
Pelog
c.
Gender Penerus :
Tiap
gamelan Slendro dan Pelog ada
3 buah
1
buah untuk Slendro,
2 buah untuk Pelog.
d. Gambang :
Untuk tiap Gamelan
Slendro dan Pelog, ada 2 buah
1 buah untuk
slendro, 1 buah untuk Pelog.
e.
Clempung : Untuk Slendro dan Pelog ada
2 buah, dengan
Ukuran besar.
f.
Siter : ada
2 buah untuk
Slendro dan Pelog, dengan ukuran
Sedang.
g. Suling : ada 2 buah
untuk Slendro dan
Pelog
h. Bonang
Barung :
Ada
2 buah perangkat ( 2 set)
untuk Slendro dan
Pelog.
i.
Bonang
Penerus :
Ada
2 buah
perangkat ( 2 set ) untuk
Slendro dan
Pelog.
j.
SLENTEHEM,
DEMUNG, SARON, saron
PENERUS ( Peking ):
Masing-masing ada
2 buah perangkat ( 2 set ) untuk
Slendro dan
Pelog.
k. KENONG : Untuk kenong
yang lengkap ada 10 buah
untuk
Slendro dan
Pelog
.
l.
KEMPUL : Untuk kempul yang
lengkap ada 10 buah
untuk
Slendro dan
Pelog
m. GONG : Untuk gong yang
lengkap ada 5
buah untuk
Slendro dan
Pelog. ( 2 buah gong Ageng/besar dan
3
buah
gong Suwukan/sautan )
n. KETHUK : ada 2 buah
: -- Slendro dengan nada 2
(rendah )
--
Pelog dengan nada 6 ( rendah )
o. KEMPYANG: ada 2 buah : --
Slendro dengan nada 1 (tinggi
)
--Pelog dengan nada 6 (tinggi )
e.
Menurut
TUGAS-nya adalah :
BAGIAN LAGU :
a.
Rebab : tugasnya
sebagai PAMURBA LAGU :
-. Menentukan lagu (
gendhing dan sekar )
-. Buka untuk
gendhing-gendhing Rebab
-. Membuat wiled,
member tuntunan kepada vocal
(
sindhen, gerong/koor )
b. Gender Barung
: tugasnya sebagai PAMANGKU
LAGU :
-. Melaksanakan
ide dari pamurba lagu
-. Melanjutkan
Wiled Rebab
-. Buka untuk
gendhing-gendhing Gender
-. Buka untuk
gendhing-gendhing Lancaran
c.
Gender Penerus :
tugasnya sebagai PAMANGKU LAGU :
-. Menghiasi , memperindah lagu
-. Melanjutkan willed Gender
Barung
d.
Gambang :
tugasnya sebagai PAMANGKU
LAGU :
-. Menghiasi, memperindah lagu
-. Melanjutkan wiled
Rebab
-. Buka
untuk gendhing-gendhing gambang
e.
Clempung,
Siter : Tugasnya
adalah sebagi PAMANGKU Lagu
menghiasi, memperindah lagu
f.
Suling : tugasnya sebagai
PAMANGKU lagu, menghiasi
Dan memperindah
lagu
g.
BONANG BARUNG ( bonang
Ageng ). : Tugasnya adalah
Sebagai PAMANGKU lagu, nuntun-i ( memandu )
Balungan gendhing yang sudah ditentukan :
-. Membuat lagu
dengan tehniknya sendiri
-. Buka
untuk gendhing-gendhing Bonang
-. Buka
untuk gendhing-gendhing Lancaran
h.
BONANG PENERUS : tugasnya sebagai
PAMANGKU lagu
menghiasi lagu, melanjutkan wiled Bonang
Barung.
i.
SLENTHEM, DEMUNG,
SARON :
Tugasnya sebagai
PAMANGKU lagu, yaitu
ricikan
Gamelan yang menyuarakan nada-nada
balungan
(
Kerangka ) gendhing
j.
Saron
PENERUS ( PEKING ) : tugasnya
sebagai PAMANGKU
Lagu, yaitu :
-. Bagian
lagu yang menjelaskan
Irama
-. Membuat lagu
yang JUMLAH PUKULAN untuk
Tiap balungan
gendhing dapat dipakai untuk
Menentukan
Irama
BAGIAN IRAMA :
k.
Kendhang : tugasnya sebagai
PAMURBA IRAMA :
-. Memimpin irama seluruh
jalannya gendhing/
Tabuhan.
-. Menentukan BENTUK
gendhing
-. Menghentikan ( menyuwuk ) jalannya
gendhing/
Tabuhan
-. Buka
untuk gendhing-gendhing kendhang
l.
Kenong : tugasnya adalah
sebagai PAMANGKU irama,
menenukan batas-batas
gatra bentuk gendhing
m.
Kempul : tugasnya adalah
sebagai PAMANGKU irama,
Menentukan
batas-batas bentuk gendhing.
n.
GONG : tugasnya adalag sebagi
PAMANGKU irama :
-. Menguatkan kendhang untuk
menentukan
Benruk gendhing
-. Sebagai podo dan penentu akhir ( finish ).
o. KETHUK
: tugasnya adalah
sebagai PAMANGKU irama :
-. Menguatkan kendhan untuk
menentukan
Bentuk gendhing.
-. Untuk
menentukan tingkat irama.
P, KEMPYANG : tugasnya
adalah sebagai PAMANGKU irama
PENGERTIAN KARAWITAN
Karawitan berasal dari kata “rawit”yang artinya suatu
hal yang halus, rumit, sulit, berbelit-belit akan tetapi mengandung keindahan
UNSUR KARAWITAN
I. LARAS adalah
urutan nada dalam satu gembyangan yang sudah tertentu jumlah sruti-srutinya.
Laras dalam seni karawitan ada 2 yaitu:
Laras Slendro = 1-2-3-5-6
Laras Pelog = 1-2-3-4-5-6-7
a. GEMBYANG : Nada
yang sama berjarak satu oktaf
Contoh :
1-2-3-5-6-1
2-3-5-6-1-2
3-5-6-1-2-3
5-6-1-2-3-5
6-1-2-3-5-6
b. SRUTI : Jarak
nada, Swarantara, Interval
Contoh
: dari nada 1 ke nada 2, dsb
II. PATET adalah pembagian tugas nada dalam sebuah lagu.
Dalam Pakeliran Wayang Patet adalah pembagian suasana adegan dalam sebuah
cerita.
a. Patet dalam
karawitan ada 3 yaitu:
Patet Nem = 2-3-5-6-1-2
Patet Sanga = 5-6-1-2-3-5
Patet Manyura = 6-1-2-3-5-6
b. PATET dalam
pakeliran wayang dibagi menjadi 4 macam yaitu:
Patet Nem :
2-3-5-6-1-2
Patet Sanga : 5-6-1-2-3-5
Patet Manyura : 6-1-2-3-5-6
Patet Galong : 3-5-6-1-2-3
MACAM-MACAM KARAWITAN
A. KARAWITAN VOKAL adalah jenis karawitan yang berasal
dari suara manusia.
Contoh : Sindenan, Gerongan, Bawa, Macapatan, dll.
B. KARAWITAN INSTRUMENTAL
adalah jenis karawitan yang berasal dari instrumen gamelan sebagai sumber
bunyinya. Dalam istilah karawitan disebut Soran/Sora yang artinya keras.
C. KARAWITAN CAMPURAN adalah
jenis karawitan yang terdiri dari penggabungan antara karawitan vokal dan
instrumental. Dalam istilah karawitan disebut : Uyon-uyon dari kata manguyu-uyu
yang artinya mendayu-dayu.
Berdasarkan kegunaannya seni karawitan dibagi menjadi 2 yaitu:
Karawitan berfungsi sebagai karawitan mandiri artinya
seni karawitan dalam penyajiannya dapat berdiri sendiri
FUNGSI KARAWITAN
Karawitan berfungsi sebagai iringan artinya bahwa
kedudukan seni karawitan dalam hal ini berfungsi sebagai pendukung suatu
pertunjukan lain. Contoh: iringan wayang, kethoprak, drama, sinetron, dll.
TITILARAS
Pengertian
Berasal dari kata Titi yang artinya tulisan atau
tanda. Laras artinya tinggi rendah nada, suara, bunyi dalam musik karawitan.
Jadi Titilaras adalah : Tulisan atau tanda tentang
nada-nada, suara dalam seni karawitan yang sudah tertentu tinggi rendahnya.
MACAM-MACAM TITILARAS
Titilaras yang dipergunakan di pulau Jawa (Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali) adalah sebagai berikut:
a. Titilaras Andha
b. Titilaras Rante.
Diciptakan oleh Ki Demang Guna Santika Kraton Yogyakarta. Berwujud : simbol
c. Titilaras
Kepatihan.
Diciptakan oleh KRT. Wreksodiningrat di Kraton Surakarta. Berwujud : angka
d. Titilaras Sari
Swara.
Diciptakan oleh Ki Hadjar Dewantara di Taman Siswa Yogyakarta. Berwujud :
angka.
e. Titilaras
Daminatila.
Merupakan titilaras yang digunakan di daerah Sunda.
Diciptakan oleh R. Machyar Kusumahdinata di Bandung. Berwujud : angka.
f. Titilaras
Dong Ding.
Merupakan titilaras yang digunakan di karawitan Bali, penciptanya tidak
diketahui. Berwujud : Simbol
Semua Titilaras dalam seni karawitan berfungsi sebagai
alat untuk mendokumentasikan sebuah lagu atau gending
SUASANA PENYAJIAN SENI KARAWITAN
1. Rempeg : adalah penyajian seni karawitan yang
menghasilkan suasana harmonis
2. Renggep : adalahpenyajian seni karawitan yang
menghasilkan suasana yang enak dan menghanyutkan.
3. Rampak : adalah penyajian seni karawitan yang
menghasilkan suasana yang kompak/bersama-sama.
|
Tabel Titilaras
LARAS
|
SLENDRO
|
|
ANGKA
|
NAMA
|
DIBACA
|
1
2
3
5
6
1
|
Barang
Gulu
Dhadha
Lima
Enem
Barang Alit
|
Ji/Siji
Ro/Loro
Lu/Telu
Ma/Lima
Nem/Enem
Ji/Siji
|
LARAS
|
PELOG
|
|
ANGKA
|
NAMA
|
DIBACA
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Penunggul
Gulu
Dhadha
Pelog
Lima
Enem
Barang
|
Ji/Siji
Ro/Loro
Lu/Telu
Pat/Papat
Ma/Lima
Nem/Enem
Pi/Pitu
|
BENTUK GENDING
Bentuk Gending adalah : Wujud lagu yang dipergunakan
dalam seni karawitan.
Bentuk gending yang terdapat dalam seni karawitan ada
beberapa macam, antara lain:
· Gangsaran
· Lancaran
· Ketawang
· Ladrang
· Gending
· Srepeg/Playon
· Ayak-ayak
Gangsaran
. . p.
n. .p .n .p g.
Lancaran
. . . n . p. n . p. n . p. g
Ketawang
. . .
. . . . n . . . p . .
. g
Ladrang
. . . . .
. . n. . . . p. . . . n.
. . . p.
. . . n. . . . p. . . . g.
Keterangan Simbol
n /∩ = Tabuhan Kenong g /Ο/ = Tabuhan
Gong p / ﮟ = Tabuhan Kempul
. = Balungan
۸ = Kethuk
Penerus
|
Celempung
|
RICIKAN GAMELAN
KENDANG
|
|||
Kendang adalah
alat musik yang bertugas sebagai pemimpin jalannya irama. Kendang dalam seni
karawitan ada 3 yaitu:
1. Kendang
Ageng
2. Kendang
Batangan
3. Kendang
Ketipung
|
|||
REBAB
|
|||
Rebab adalah
instrumen gamelan yang bertugas sebagai pemimpin sebuah lagu/gending dalam
seni karawitan. Tehnik menabuh rebab dengan cara digesek menggunakan alat
yang bernama; kosok/senggreng.
Rebab
mempunyai 2 ukuran yaitu:
1. Ukuran
Baladewa (Besar)
2. Ukuran
Kresna (Kecil)
|
|||
SITER
|
|||
Siter adalah
instrumen gamelan yang menggunakan dawai dan tabung kayu sebagai sumber
bunyinya. Siter bertugas sebagai penghias lagu. Dalam seni karawitan siter
memiliki 2 ukuran yaitu:
1. Celempung (siter besar)
2. Siter penerus (siter kecil)
|
|||
SULING
|
|||
Suling adalah
instrumen gamelan yang terbuat dari bambu cendani. Suling merupakan salah
satu alat musik tiup yang ada dalam seni karawitan dan bertugas sebagai
penghias lagu.
Dalam seni
karawitan suling terdiri dari 2 laras yaitu:
Gaya Surakarta
1. Laras slendro (berlubang 4)
2. Laras pelog (berlubang 5)
Gaya
Yogyakarta
1. Suling
berlubang 6
|
|||
SARON
|
|||
Saron
berfungsi sebagai pendukung jalannya irama yang dibuat oleh kendang dan
sekaligus sebagai penghias lagu.
Dalam
karawitan saron dibagi menjadi 3 macam yaitu:
1.
Saron Demung (berukuran besar)
2.
Saron Barung (berukuran sedang)
3.
Saron Penerus / Peking (berukuran kecil)
|
|||
BONANG
|
|||
Bonang adalah
ricikan gamelan yang bertugas sebagai instrumen pembuka (Buko) dan juga
berfungsi sebagai penghias lagu . Dalam karawitan bonang ada tiga macam
yaitu:
1.
Bonang Penembung (Besar)
2.
Bonang Barung (Sedang)
3.
Bonang Penerus (Kecil)
|
|||
GENDER
|
|||
Gender adalah
ricikan gamelan yang berfungsi untuk pembuka, dan sekaligus bertugas sebagai
penghias lagu. Dalam karawitan gender ada tiga macam yaitu:
1.
Gender Penembung (Slenthem)
2.
Gender Barung
3.
Gender Penerus
|
|||
KETUK-KENONG
|
|||
Ketuk dan
Kenong adalah ricikan gamelan yang berbentuk pencon, yang bertugas sebagai
pendukung jalannya irama.
Dalam
karawitan ketuk terdiri dari dua macam laras yaitu:
1.
Ketuk Pelog =laras 6 ageng
2.
Ketuk Slendro = laras 2 ageng
|
|||
GAMBANG
|
|||
Gambang adalah
salah satu ricikan gamelan yang terbuat dari kayu, berjumlah 20 bilah
|
|||
KEMPUL-GONG
|
|||
Kempul dan
Gong adalah ricikan gamelan yang berbentuk pencong/pencu berfungsi sebagai
pendukung jalannya irama.
|
|||
KEMANAK
|
|||
Kemanak adalah
ricikan gamelan yang menyerupai buah pisang berfungsi untuk mendukung irama.
Tehnik tabuhannya dipukul. Ditabuh oleh dua orang
|
|||
KECER
|
|||
Kecer adalah
ricikan gamelan yang terdiri dari 2 buah diletakan di atas plangkan dalam
penyajian sebuah gending berfungsi sebagai pendukung jalannya irama.
|
Kemanak
|
Kempul-Gong
|
Kecer
|
Gamb ang
|
TABEL RICIKAN GAMELAN
No
|
Nama Alat
|
Bahan
|
Cara Menabuh
|
Jenis
|
Tempat
|
Keterangan
|
1
|
Kendang
|
Kayu, Kulit
|
Dikebuk
|
Ageng,
Batangan, Ketipung
|
Plangkan
|
2 Tangan
|
2
|
Gender
|
Besi,
Kuningan, Perunggu
|
Dipukul
|
Slenthem,
Barung, Penerus
|
Grobogan
|
2 Tangan
|
3
|
Bonang
|
Besi,
Kuningan, Perunggu
|
Dipukul
|
Penembung,
Barung, Penerus
|
Rancakan
|
2 Tangan
|
4
|
Saron
|
Besi,
Kuningan, Perunggu
|
Dipukul
|
Demung,
Barung, Penerus
|
Plangkan
|
1 Tangan
|
5
|
Rebab
|
Dawai/Kawat
|
Digesek
|
Baladewa,
Kresna
|
Rancakan
|
2 Tangan
|
6
|
Siter
|
Dawai/Kawat
|
Dipetik
|
Celempung,
Penerus
|
Grobogan
|
2 Tangan
|
7
|
Kenong
|
Besi,
Kuningan, Perunggu
|
Dipukul
|
Kenong,
Kethuk, Kempyang
|
Rancakan
|
1 Tangan
|
8
|
Gong
|
Besi,
Kuningan, Perunggu
|
Dipukul
|
Gong Ageng,
Suwukan, Kempul
|
Gayor
|
1 Tangan
|
9
|
Gambang
|
Kayu
|
Dipukul
|
Grobogan
|
2 Tangan
|
|
10
|
Suling
|
Bambu
|
Ditiup
|
Rancakan
|
2 Tangan
|
|
11
|
Kemanak
|
Besi,
Kuningan, Perunggu
|
Dipukul
|
1 Tangan
|
||
12
|
Kecer
|
Perunggu
|
Dipukul
|
Plangkan
|
2 Tangan
|
BAGIAN RICIKAN
GAMELAN
· Pencu/Pencon : Permukaan gamelan yang menonjol (Bonang, Kenong,
Ketuk, Kempyang, kempul, Gong)
· Bilah/Wilahan : Permukaan gamelan yang
rata (Saron,
Gender, Gambang)
· Klanthe : Tali besar untuk meletakan ketuk, kenong, kempul, gong.
· Pluntur : Tali kecil untuk meletakan gender, bonang, slenthem.
· Gayor : Kayu besar sebagai gantungan kempul dan gong,
· Plangkan : Tempat meletakan wilahan gamelan dan kendang.
· Rancakan : Tempat meletakan bonang, ketuk, kempyang, kenong.
· Grobogan : Tempat meletakan gender, gambang slenthem.
IRAMA
· Cepat lambatnya pukulan/tabuhan pada
· penyajian sebuah gending.
· Tolok ukur penentu irama adalah pukulan ricikan saron penerus dengan
ricikan balungan lainnya.
· Irama Lancar ( seseg) adalah irama 1/1 yaitu: setiap satu sabetan balungan
sama dengan satu sabetan saron penerus.
· Irama I ( tanggung ) adalah irama ½ yaitu: setiap satu sabetan balungan
sama dengan dua sabetan saron penerus.
· Irama II ( dados/dadi ) adalah irama ¼ yaitu: setiap satu sabetan balungan
sama dengan empat sabetan saron penerus.
· Irama III ( Wiled ) adalah 1/8 yaitu: setiap satu sabetan balungan sama
dengan delapan sabetan saron penerus.
· Irama IV ( Wiled-Rangkep ) adalah 1/16 yaitu: setiap satu sabetan balungan
sama dengan enam belas sabetan saron penerus.
NOTASI GENDING
Adalah : Tulisan yang berwujud angka yang dipergunakan
untuk memainkan ricikan gamelan.
Notasi gending juga merupakan kumpulan angka-angka
yang sudah diatur tinggi rendahnya sehingga membentuk kalimat lagu.
MACAM-MACAM
LANCARAN
LANCARAN NIBANI adalah jenis notasi gending yang
memiliki ciri-ciri :
Dalam satu gongan terdiri dari 4 gatra.
Terdiri dari 16 sabetan balungan (ketukan)
Terdiri dari 8 notasi balungan.
LANCARAN NGRACIK adalah jenis notasi gending
yang memiliki ciri-ciri :
Dalam satu gongan terdiri dari 4 gatra.
Terdiri dari 16 sabetan balungan (ketukan)
Setiap titik bisa terdapat notasi bisa tidak
I.
Contoh Lancaran Nibani :
PELAKU YANG
TERLIBAT DALAM SENI KARAWITAN
1.
Niyaga/Wiyaga/Pengrawit
: adalah pemain gamelan (pemusik)
2.
Sinden/Waranggana/Swarawati
: adalah vocal tunggal dalam seni karawitan, biasanya dilakukan oleh seorang
wanita.
3.
Gerong/Wiraswara
: adalah vocal tunggal dan koor yang dilakukan dalam seni karawitan, biasanya
dilakukan oleh pria.
4.
Peniti : Orang
yang bertugas menata ricikan gamelan.
|
Lancaran Suwe Ora Jamu
Lancaran Bindri
Lancaran Serayu
Lancaran Manyar sewu
Lancaran Gugur Gunung
Dll
II.
Contoh Lancaran Ngracik :
Lancaran Gajah-Gajah
Lancaran Nonton Wayang
Lancaran Bocah dolan
Lancaran Cublak-cublak suweng
Dll
Lancaran SUWE ORA JAMU Laras Pelog Nem
Buko . 3 . 5 . 6 . 5 . 4 .
2 . 1 . 6
. 1 . n3
. p1 . n3 . p1 . n2 . p3 . G2
. 3 . n5
. p6 . n5 . p4 . n2 . p1 . G6
Lancaran SERAYU Laras Pelog Nem
Buko : . 6 6 . 6 4 6 5 . 6 . 3 . 2 . g1
. 5 . n6
. p5 . n3 . p5 . m3 . p2 . G1
. 5 . n6
. p5 . n3 . p5 . n3 . p2 . G1
. 2 . n1
. p2 . n1 . p6 . n5 . p4 . G5
. 6 . n4
. p6 . n5 . p6 . n3 . p2 . G1
Lancaran MAKARYO Laras Pelog Barang
Buko . . . 6 6 5 3 5 . 2 . 7 . 5 . g6
. 5 6 n.
3 p5 6 n7 . p2 . m3 . p2 . G7
. 6 7 n.
7 p6 5 n3 . p2 . n7 . p5 . G6
. 5 6 n.
3 p5 7 n6 . p2 . n3 . p2 . G7
. 3 2 n.
6 p5 3 n5 . p2 . n7 . p5 . G6
Lancaran AYUN-AYUN Laras Pelog Nem
Buko : 6356 2165 3632 535g6
Irama 1& 2
2 3 2 1 3
5 3 n2 5 3 2 p1 3 5 3 n2
6 3 5 p6
2 1 6 n5 3 6 3 p2 5 3 5 g6
Irama 3
3 6 3 6 2
3 2 1 5 1 2 3 6 5 3 n2
6 2 5 3 2
3 2 p1 5 1 2 3 6 5 3 n2
6 2 5 3 6
3 5 p6 2 3 2 1 6 5 4 n5
6 3 5 6 3
5 3 p2 5 3 1 6 1 2 1 g6
BAB I
PENDAHULUAN
I.
PENGERTIAN KARAWITAN :
KARAWITAN berasal
dari kata RAWITA atau RAWIT
mendapat awalan dan akhiran (
ka--an ). Rawit berarti Halus, Indah, Remit
(
teliti sampai sekecil-kecilnya ). Jadi
Karawitan berarti kumpulan
segala
hal
yang mengandung kehalusan,
indah dan remit.
Berdasarkan perkembanngannya , Karawitan
mempunyai arti , yaitu :
- Dalam arti Luas : berarti Seni Suara atau Musik
- Dalam arti Khusus : salah satu bentuk seni suara ( tetabuhan atau
Instrumental
) yang menggunakan peralatan
Gamelan.
Di Indonesia
banyak terdapat Karawitan antara
lain : Karawitan Jawa,
Karawitan Sunda,
Karawitan Bali dan lain-lainnya. Sedangkan
didalam
Karawitan
Jawa terdapat Karawitan Jawa GAYA
Surakarta, gaya
Yogyakarta, Banyumas,
Banyuwangi dan lainnya.
Dalam Ikhtisar buku
Ini adalah
Karawitan Jawa gaya Surakarta.
II.
GAMELAN (
GANGSA )
A.
PENGERTIAN
tentang Gamelan ( Gangsa ) :
Gamelan ( Gangsa ) adalah
seperangkat peralatan yang dipergunakan
dalam Karawitan.
1.
Gangsa
Ialah
berasal dari kata Tembaga dan Rejasa yang
disingkat (Ga – sa)
yang akhirnya
menjadi kata Gangsa. Sedangkan
perpaduan dari bahan
tembaga dan
rejasa menghasilkan Perunggu
. Pengertian
gangsa sendiri
sebagai bahasa
halusnya (Jawa) untuk istilah
Gamelan.
2.
Gamelan Gedhe
Ialah gamelan yang
besar-besar yang bahannya
terbuat dari perunggu.
3.
Gamelan Sengganen
Ialah gamelan yang
bahannya terbuat dari perunggu, yang
wujudnya
kecil-kecil berbentuk
bilah.
4.
Gamelan cilik
Ialah
gamelan yang berwujud kecil-kecil yang terbuat
dari besi atau
Logam lainnya
( seperti kuningan ).
5.
Gamelan
seperangkat
Ialah gamelan
yang lengkap ricikan-nya.
6.
Ricikan
Gamelan
Ialah satu
persatu dari peralatan
gamelan yang ditabuh/dipukul
7.
Wilahan
Ialah
bagian
dari ricikan gamelan yang
terbuat dari perunggu, besi atau logam
lainnya.
8.
Plangkan
Ialah bagian dari
ricikan gamelan yang
terbuat dari kayu :
a.
Rancakan : plangkan pada Bonang, Kenong, kempyang, Kethuk.
b.
Pangkon : plangkan pada
Demung, saron, Peking.
c.
Grobogan : plangkan pada
Gender, Slenthem.
d.
Gayor : plangkan untuk
menggantung kempul dan
gong.
9.
Pluntur
Ialah tali-tali
yang digunakan pada
Gender , bonang dan
slenthem.
10. Klante
Ialah tali-tali
yang digunakan pada kempyang, kethuk, kenong, kempul
dan Gong.
B.
PENGGOLONGAN Gamelan
Jawa
1.
Menurut LARAS-nya terdiri
dari :
a.
Gamelan LARAS
SLENDRO
b.
Gamelan LARAS
PELOG
2.
Menurut RICIKAN dan BAGIAN-nya terdiri dari :
a.
RICIKAN
gamelan Bagian LAGU :
1.
Rebab
2.
Gender
Barung
3.
Gender
Penerus
4.
Gambang
5.
Clempung , Siter
6.
Suling
7.
Bonang
Barung
8.
Bonang
Penerus
9.
Slenthem
10. Demung
11. Saron
12. Saron Penerus
(peking)
b.
RICIKAN gamelan
Bagian IRAMA :
1.
Kendhang
2.
Kenong
3.
Kempul
4.
Gong
5.
Kethuk
6.
Kempyang
3.
KETERANGAN untuk
masing-masing RICIKAN sbb :
a.
Rebab : ada
satu macam saja.
Untuk keperluan 2(dua)
perangkat gamelan (slendro-pelog) sebaiknya
disediakan 2
buah rebab, khususnya untuk laras
pelog Lima ( Pl.5 ).
b.
Gender Barung : Tiap gamelan
Slendro dan Pelog ada 3 buah,
1 buah
untuk slendro, 2 buah untuk
Pelog
c.
Gender
Penerus : Tiap
gamelan Slendro dan Pelog ada
3 buah
1 buah untuk
Slendro, 2 buah untuk
Pelog.
d.
Gambang :
Untuk tiap Gamelan
Slendro dan Pelog, ada 2 buah
1 buah untuk
slendro, 1 buah untuk Pelog.
e.
Clempung : Untuk
Slendro dan Pelog ada 2
buah, dengan
Ukuran besar.
f.
Siter : ada
2 buah untuk
Slendro dan Pelog, dengan ukuran
Sedang.
g.
Suling : ada
2 buah untuk
Slendro dan Pelog
h.
Bonang Barung :
Ada
2 buah perangkat ( 2 set)
untuk Slendro dan
Pelog.
i.
Bonang
Penerus :
Ada
2 buah
perangkat ( 2 set ) untuk
Slendro dan
Pelog.
j.
SLENTEHEM,
DEMUNG, SARON, saron
PENERUS ( Peking ):
Masing-masing ada
2 buah perangkat ( 2 set ) untuk
Slendro dan
Pelog.
k.
KENONG : Untuk
kenong yang lengkap
ada 10 buah
untuk
Slendro dan
Pelog
l.
KEMPUL : Untuk
kempul yang lengkap
ada 10 buah untuk
Slendro dan Pelog
m.
GONG : Untuk
gong yang lengkap
ada 5 buah
untuk
Slendro dan
Pelog. ( 2 buah gong Ageng/besar dan
3
buah
gong Suwukan/sautan )
n.
KETHUK : ada
2 buah : -- Slendro dengan nada 2
(rendah )
--
Pelog dengan nada 6 ( rendah )
o.
KEMPYANG: ada 2 buah : --
Slendro dengan nada 1 (tinggi
)
--Pelog dengan nada 6 (tinggi )
e.
Menurut
TUGAS-nya adalah :
BAGIAN LAGU :
a.
Rebab : tugasnya
sebagai PAMURBA LAGU :
-. Menentukan lagu (
gendhing dan sekar )
-. Buka untuk
gendhing-gendhing Rebab
-. Membuat wiled,
member tuntunan kepada vocal
(
sindhen, gerong/koor )
b.
Gender
Barung : tugasnya sebagai
PAMANGKU LAGU :
-. Melaksanakan
ide dari pamurba lagu
-. Melanjutkan
Wiled Rebab
-. Buka untuk
gendhing-gendhing Gender
-. Buka untuk
gendhing-gendhing Lancaran
c.
Gender
Penerus : tugasnya sebagai PAMANGKU
LAGU :
-. Menghiasi , memperindah lagu
-. Melanjutkan willed Gender
Barung
d.
Gambang : tugasnya sebagai
PAMANGKU LAGU :
-. Menghiasi, memperindah lagu
-. Melanjutkan wiled
Rebab
-. Buka
untuk gendhing-gendhing gambang
e.
Clempung,
Siter : Tugasnya
adalah sebagi PAMANGKU Lagu
menghiasi, memperindah lagu
f.
Suling : tugasnya sebagai
PAMANGKU lagu, menghiasi
Dan memperindah
lagu
g.
BONANG BARUNG ( bonang
Ageng ). : Tugasnya adalah
Sebagai PAMANGKU lagu, nuntun-i ( memandu )
Balungan gendhing yang sudah ditentukan :
-. Membuat lagu
dengan tehniknya sendiri
-. Buka
untuk gendhing-gendhing Bonang
-. Buka
untuk gendhing-gendhing Lancaran
h.
BONANG
PENERUS : tugasnya sebagai PAMANGKU
lagu
menghiasi lagu, melanjutkan wiled Bonang
Barung.
i.
SLENTHEM,
DEMUNG, SARON :
Tugasnya sebagai
PAMANGKU lagu, yaitu
ricikan
Gamelan yang menyuarakan nada-nada
balungan
(
Kerangka ) gendhing
j.
Saron
PENERUS ( PEKING ) : tugasnya
sebagai PAMANGKU
Lagu, yaitu :
-. Bagian
lagu yang menjelaskan
Irama
-. Membuat lagu
yang JUMLAH PUKULAN untuk
Tiap balungan
gendhing dapat dipakai untuk
Menentukan
Irama
BAGIAN IRAMA :
a.
Kendhang : tugasnya sebagai
PAMURBA IRAMA :
-. Memimpin irama seluruh
jalannya gendhing/
Tabuhan.
-. Menentukan BENTUK
gendhing
-. Menghentikan ( menyuwuk ) jalannya
gendhing/
Tabuhan
-. Buka
untuk gendhing-gendhing kendhang
b.
Kenong : tugasnya adalah
sebagai PAMANGKU irama,
menenukan batas-batas
gatra bentuk gendhing
c.
Kempul : tugasnya adalah
sebagai PAMANGKU irama,
Menentukan
batas-batas bentuk gendhing.
d.
GONG : tugasnya adalag sebagi
PAMANGKU irama :
-. Menguatkan kendhang untuk
menentukan
Benruk gendhing
-. Sebagai podo dan penentu akhir ( finish ).
o. KETHUK
: tugasnya adalah
sebagai PAMANGKU irama :
-. Menguatkan kendhan untuk
menentukan
Bentuk gendhing.
-. Untuk
menentukan tingkat irama.
P, KEMPYANG : tugasnya
adalah sebagai PAMANGKU irama
Mengenal karawitan sebagai pengetahuan
Sesungguhnya, kali ini saya sangat ingin
menulis beberapa paragraf yang kemudian dapat disebut sebagai tulisan teoritis
tentang karawitan. Tujuan saya, agar tulisan itu nantinya dapat dijadikan
referensi oleh siapa saja yang termasuk kategori awam (orang-orang yang belum
atau bahkan tidak pernah menempuh pendidikan seni karawitan melalui jalur
formal, tapi ingin mendapatkan pengetahuan tentang karawitan). Beberapa hari
sebelum mulai menulis, saya sudah ngudhal-udhal kamar, mengambil beberapa buku
yang berisi teori karawitan, dan membacanya. Saya juga menghubungi beberapa
teman, meminjam buku mereka untuk saya baca. Meskipun begitu, sampai lebih
seminggu, saya tidak mendapatkan semangat untuk menyalakan komputer. Jangankan
beberapa paragraf, satu kalimat pun tidak saya dapatkan sebagai bahan tulisan.
Pikiran saya terus saja berputar, mengeluhkan bahasa teori yang selalu sulit
dipahami orang awam (itu yang saya rasakan). Lalu bagaimana caranya berbagi
pengetahuan seni karawitan dengan bahasa yang mudah?
Hari ini saya putuskan untuk tetap harus menulis, entah akan disebut apa, yang penting maksud saya adalah tulisan yang dapat membantu siapapun dalam usaha memahami karawitan sebagai teori. Tulisan ini merupakan catatan pengalaman saya selama menjadi pangrawit (penabuh gamelan) sejak tahun 1997. Oleh karena itu, tentu saja tulisan ini hanya dapat berbagi pengetahuan seni karawitan Jawa, sesuai dengan pengalaman saya selama belajar dan terlibat dalam seni karawitan maupun pedalangan.
II
Sering terjadi, pada suatu event pergelaran karawitan, baik dalam fungsinya sebagai klenengan (konser musik), iringan tari, maupun iringan wayang, seluruh kru pertunjukan mengalami detik-detik genting menjelang pementasan. Contoh kasus, kami kelabakan karena pengendhang-nya (pemain instrumen Kendhang) belum juga datang di menit ke-tigapuluh sebelum pertunjukan dimulai. Padahal, sangat mungkin, jika yang terlambat itu penyaron (pemain instrumen Saron), kami tenang-tenang saja. Dulu saya berpikir, pengendhang selalu diistimewakan, dan itu tidak adil. Namun, pada akhirnya, saya memaklumi, tentu saja dengan alasan yang jelas.
Tidak ada yang istimewa pada diri pengendhang, kaitannya dengan pemain yang lain. Justru kadar tanggungjawabnya yang istimewa, tanpa harus dibandingkan dengan pemain yang lain. Sebab, kata “kadar” di sini tidak merujuk pada ukuran wadhag /barang.
Penjelasannya begini, pengendhang, di dalam pergelaran, dibebani tugas untuk bukan hanya memainkan instrumen kendhang. Pengendhang memanggul tugas sebagai kiblat pemain lain dalam menegaskan wirama. Ada wirama Lancar, wirama Tanggung, dan wirama Dadi. Pengertian wirama adalah perbandingan antara pola tabuhan instrumen Saron Penerus dengan nilai satu ketukan pada satuan melodi. Lebih jelasnya begini, wirama Lancar adalah kecepatan jalannya lagu yang hanya memungkinkan Saron Penerus mengisi satu pukulan dalam satu ketukan. Sehingga wirama Lancar sering dilambangkan sebagai wirama 1:1. Wirama Tanggung adalah kecepatan jalannya lagu yang mampu memberi ruang bagi Saron Penerus untuk mengisi dua pukulan dalam satu ketukan (wirama 1:2). Wirama Dadi adalah kecepatan jalannya lagu yang memungkinkan Saron Penerus mengisi empat pukulan dalam satu ketukan (wirama 1:4).
Nilai satu ketukan dalam hal ini sesungguhnya adalah ukuran jarak antara ketukan pertama dengan ketukan kedua, ketukan kedua dengan ketukan ketiga, dan seterusnya, dalam pola hitungan yang teratur (ajeg/metris). Karawitan menggunakan istilah gatra sebagai ukuran satuan terkecil melodi. Satu gatra berisi empat ketukan dengan nilai penuh (pada dasarnya sama dengan pengertian satu bar dalam birama 4/4 di musik Barat).
Tanggungjawab pengendhang selanjutnya adalah sebagai pemegang hak tunggal untuk menentukan Laya. Pengertian laya adalah ukuran kecepatan jalannya lagu berdasarkan selera rasa (pilihan estetik) pengendhang. Maksudnya, dalam satu jenis wirama, pengendhang memiliki pilihan laya. Nilai ukuran laya hanya berdasarkan kesan rasa. Ada laya Seseg (cepat) dan laya Tamban (lambat). Pada prakteknya, suatu gendhing yang berjalan dalam wirama Dadi, misalnya, dapat dimainkan dalam laya Seseg maupun laya Tamban, terserah pada selera pengendhang. Tentu saja kebebasan selera pengendhang dalam menentukan laya dibatasi oleh ukuran estetika, karena keputusannya diikuti oleh seluruh pemain lain. Jadi, kebebasan menentukan laya ini tidak boleh diartikan oleh pengendhang sebagai tindakan sakarepe dhewe ‘seenaknya sendiri’. Melainkan, dialah yang memikul beban tanggungjawab untuk menunjukkan pertunjukan musikal yang bernilai estetika tinggi kepada apresiator, setidaknya dari satu unsur, yaitu irama.
Selanjutnya, pengendhang juga diberi tugas untuk mengeksekusi putusan terhadap kebutuhan dinamika pada jalannya sebuah gendhing. Kebutuhan untuk memainkan gendhing secara dinamis sangat tampak ketika karawitan difungsikan sebagai ilustrasi (mengiringi tari dan wayang). Pengertian dinamis dalam hal ini saya batasi sebagai pilihan volume bunyi. Ada bunyi sero ‘keras’ dan bunyi lirih ‘lembut’. Pada prakteknya, dalam mengiringi pertunjukan tari maupun wayang, ada kalanya gendhing yang sedang dimainkan harus di-sirep (dilirihkan), lalu pada saat yang dibutuhkan (dalam tugasnya sebagai penguat dramatik) harus di-wudhari (dikeraskan lagi). Demikian pula pada pilihan suwuk (mengakhiri jalannya gendhing). Ada suwuk Tamban (berhenti dengan teknik melambatkan tempo sedikit demi sedikit) dan suwuk Gropak (berhenti dengan menambah kecepatan tempo secara bertahap hingga bagian akhir gendhing tepat berada di titik tempo tercepat).
Atas dasar penjabaran tugas pengendhang tersebut di atas, saya memaklumi keistimewaan statusnya. Dan, saya juga dapat memahami predikat yang disematkan pada instrumen kendhang oleh para empu karawitan sebagai Pamurba Wirama.
III
Dulu, saya beranggapan bahwa Kethuk dan Kempyang adalah instrumen yang tidak penting, bahkan kadang kala saya anggap tidak ada gunanya untuk ikut dibunyikan dalam suatu pergelaran karawitan. Sehingga jabatan sebagai pengethuk membuat saya malu. Kesadaran bahwa saya adalah pangrawit yang paling bodoh di antara pengrawit lain selalu muncul saat saya mendapat jatah untuk nabuh kethuk. Tapi, sekarang, perasaan seperti itu sudah tidak pernah lagi ada. Bukan karena sekarang saya jarang ngethuk. Melainkan saya sudah mengerti betapa berharganya instrumen tersebut.
Kethuk adalah instrumen yang sangat sederhana, baik wujud maupun pola bunyinya. Bentuknya bulat, bagian tengah menonjol, persis bentuk Gong, ukurannya kecil (berdiameter kurang dari tigapuluh sentimeter). Bayangkan, pola seperti apa yang dapat dieksplor dari instrumen bernada tunggal ini?
Instrumen kempyang adalah pasangan instrumen kethuk. Bentuknya dapat dibilang sama. Hanya ukuran dan nadanya yang berbeda. Ukuran kempyang lazimnya lebih kecil daripada kethuk. Sedangkan nadanya lebih tinggi dibanding nada kethuk.
Kedua instrumen tersebut lazimnya dimainkan oleh satu orang. Oleh karena itu, kempyang dianggap hanya sebagai pasangan kethuk. Anggapan ini dikuatkan lagi oleh bukti bahwa ada bentuk gendhing tertentu yang memang tidak menggunakan kempyang.
Fungsi kethuk-kempyang ternyata sangat penting. Kedudukannya sama dengan instrumen Kenong, Kempul, dan Gong. Buktinya, kelima lambang instrumen itulah yang pasti digunakan dalam merumuskan bentuk gendhing. Dengan mengetahui pola permainan kelima instrumen tersebut, maka seorang pendengar sekalipun pasti dapat mengidentifikasi bentuk dari suatu gendhing yang disuguhkan. Sebagai contoh, misalnya, dua buah gendhing yang sebenarnya berbeda bentuk, sangat mungkin memiliki susunan melodi yang sangat mirip atau bahkan sama persis secara keseluruhan atau pada beberapa bagian tertentu. Jika hanya didengarkan alur melodinya, maka akan terkesan sama. Namun, jika memerhatikan pola permainan yang dijalankan oleh instrumen kethuk, kempyang, kenong, kempul, dan gong, apresiator akan tahu bedanya.
Macam-macam nama bentuk gendhing, delapan di antaranya adalah Gangsaran, Lancaran, Ketawang, Ladrang, Srepeg atau Playon, Sampak, Kemuda, Ayak-ayakan. Masih ada beberapa bentuk lagi yang dikenal di dalam karawitan. Tapi, maaf, tidak saya lengkapkan sekaligus, demi mengurangi jumlah kosakata bahasa Jawa di tulisan ini.
Berdasar keterangan di atas, maka kedudukan kethuk, kempyang, kenong, kempul, dan gong, dapat disimpulkan sebagai Pamengku Gendhing (unsur kerangka gendhing). Sedangkan fungsinya adalah sebagai Pamangku Gendhing (penanda identitas bentuk gendhing).
IV
Sepanjang pengalaman menjadi pangrawit, saya jarang mendapat kesempatan nabuh Demung, Saron, dan Slenthem. Mungkin karena perbendaharaan gendhing yang saya hapal memang terbukti hanya sedikit. Jika saya paksakan untuk nabuh demung dengan bantuan partitur (notasi tertulis), maka resiko yang harus saya antisipasi adalah tidak ajeg-nya tempo lagu karena konsentrasi terbagi untuk membaca notasi.
Selain masalah kekurangan kosa-gendhing, saya juga terbukti lemah secara fisik, sehingga cenderung beresiko menghasilkan volume bunyi melodi yang tidak rata jika memainkan instrumen demung. Atas kesadaran inilah, dalam setiap kesempatan nabuh, saya memaklumi keputusan teman-teman sesama pangrawit yang tidak menempatkan saya di instrumen demung, slenthem, dan saron (instrumen Balungan –mungkin karena bentuknya yang seperti bilah, menyerupai balung ‘tulang’).
Fungsi instrumen balungan adalah sebagai Pamangku Lagu (menjalankan lagu suatu gendhing). Jadi, kedudukannya adalah sebagai instrumen melodi pokok.
Berkaitan dengan melodi, di dalam karawitan ada beberapa istilah yang dikenal sebagai nama pola melodi, dua di antaranya adalah motif balungan Nibani dan motif balungan Mlampah/Mlaku. Motif balungan Nibani adalah pola melodi yang di dalam satu gatra (empat ketukan berurutan) hanya berisi dua nada, terletak pada ketukan genap (pertama dan ke-empat). Sedangkan motif balungan Mlampah adalah pola melodi yang di dalam satu gatra berisi empat nada, satu nada masing-masing pada tiap ketukan.
IV
Masih ada beberapa instrumen yang belum saya terangkan di tulisan ini, yaitu, Bonang Barung, Bonang Penerus, Gender Barung, Gender Penerus, Gambang, Rebab, dan Suling. Dan, masih ada beberapa instrumen karawitan lain yang meski memang jarang ditemui, digunakan, sekaligus dibahas, juga belum terbahas dalam tulisan ini. Namun, sengaja saya mengambil jeda sampai di sini. Semoga saya dapat melanjutkan tulisan ini di kesempatan berikutnya.
Sesuai dengan judulnya, juga sesuai dengan niat saya, tulisan ini mencoba berbagi pengetahuan tentang karawitan. Sebab, saya sadar, tidak semua orang memiliki minat untuk mengenal karawitan dalam wujud keterampilan bermusik.
Hari ini saya putuskan untuk tetap harus menulis, entah akan disebut apa, yang penting maksud saya adalah tulisan yang dapat membantu siapapun dalam usaha memahami karawitan sebagai teori. Tulisan ini merupakan catatan pengalaman saya selama menjadi pangrawit (penabuh gamelan) sejak tahun 1997. Oleh karena itu, tentu saja tulisan ini hanya dapat berbagi pengetahuan seni karawitan Jawa, sesuai dengan pengalaman saya selama belajar dan terlibat dalam seni karawitan maupun pedalangan.
II
Sering terjadi, pada suatu event pergelaran karawitan, baik dalam fungsinya sebagai klenengan (konser musik), iringan tari, maupun iringan wayang, seluruh kru pertunjukan mengalami detik-detik genting menjelang pementasan. Contoh kasus, kami kelabakan karena pengendhang-nya (pemain instrumen Kendhang) belum juga datang di menit ke-tigapuluh sebelum pertunjukan dimulai. Padahal, sangat mungkin, jika yang terlambat itu penyaron (pemain instrumen Saron), kami tenang-tenang saja. Dulu saya berpikir, pengendhang selalu diistimewakan, dan itu tidak adil. Namun, pada akhirnya, saya memaklumi, tentu saja dengan alasan yang jelas.
Tidak ada yang istimewa pada diri pengendhang, kaitannya dengan pemain yang lain. Justru kadar tanggungjawabnya yang istimewa, tanpa harus dibandingkan dengan pemain yang lain. Sebab, kata “kadar” di sini tidak merujuk pada ukuran wadhag /barang.
Penjelasannya begini, pengendhang, di dalam pergelaran, dibebani tugas untuk bukan hanya memainkan instrumen kendhang. Pengendhang memanggul tugas sebagai kiblat pemain lain dalam menegaskan wirama. Ada wirama Lancar, wirama Tanggung, dan wirama Dadi. Pengertian wirama adalah perbandingan antara pola tabuhan instrumen Saron Penerus dengan nilai satu ketukan pada satuan melodi. Lebih jelasnya begini, wirama Lancar adalah kecepatan jalannya lagu yang hanya memungkinkan Saron Penerus mengisi satu pukulan dalam satu ketukan. Sehingga wirama Lancar sering dilambangkan sebagai wirama 1:1. Wirama Tanggung adalah kecepatan jalannya lagu yang mampu memberi ruang bagi Saron Penerus untuk mengisi dua pukulan dalam satu ketukan (wirama 1:2). Wirama Dadi adalah kecepatan jalannya lagu yang memungkinkan Saron Penerus mengisi empat pukulan dalam satu ketukan (wirama 1:4).
Nilai satu ketukan dalam hal ini sesungguhnya adalah ukuran jarak antara ketukan pertama dengan ketukan kedua, ketukan kedua dengan ketukan ketiga, dan seterusnya, dalam pola hitungan yang teratur (ajeg/metris). Karawitan menggunakan istilah gatra sebagai ukuran satuan terkecil melodi. Satu gatra berisi empat ketukan dengan nilai penuh (pada dasarnya sama dengan pengertian satu bar dalam birama 4/4 di musik Barat).
Tanggungjawab pengendhang selanjutnya adalah sebagai pemegang hak tunggal untuk menentukan Laya. Pengertian laya adalah ukuran kecepatan jalannya lagu berdasarkan selera rasa (pilihan estetik) pengendhang. Maksudnya, dalam satu jenis wirama, pengendhang memiliki pilihan laya. Nilai ukuran laya hanya berdasarkan kesan rasa. Ada laya Seseg (cepat) dan laya Tamban (lambat). Pada prakteknya, suatu gendhing yang berjalan dalam wirama Dadi, misalnya, dapat dimainkan dalam laya Seseg maupun laya Tamban, terserah pada selera pengendhang. Tentu saja kebebasan selera pengendhang dalam menentukan laya dibatasi oleh ukuran estetika, karena keputusannya diikuti oleh seluruh pemain lain. Jadi, kebebasan menentukan laya ini tidak boleh diartikan oleh pengendhang sebagai tindakan sakarepe dhewe ‘seenaknya sendiri’. Melainkan, dialah yang memikul beban tanggungjawab untuk menunjukkan pertunjukan musikal yang bernilai estetika tinggi kepada apresiator, setidaknya dari satu unsur, yaitu irama.
Selanjutnya, pengendhang juga diberi tugas untuk mengeksekusi putusan terhadap kebutuhan dinamika pada jalannya sebuah gendhing. Kebutuhan untuk memainkan gendhing secara dinamis sangat tampak ketika karawitan difungsikan sebagai ilustrasi (mengiringi tari dan wayang). Pengertian dinamis dalam hal ini saya batasi sebagai pilihan volume bunyi. Ada bunyi sero ‘keras’ dan bunyi lirih ‘lembut’. Pada prakteknya, dalam mengiringi pertunjukan tari maupun wayang, ada kalanya gendhing yang sedang dimainkan harus di-sirep (dilirihkan), lalu pada saat yang dibutuhkan (dalam tugasnya sebagai penguat dramatik) harus di-wudhari (dikeraskan lagi). Demikian pula pada pilihan suwuk (mengakhiri jalannya gendhing). Ada suwuk Tamban (berhenti dengan teknik melambatkan tempo sedikit demi sedikit) dan suwuk Gropak (berhenti dengan menambah kecepatan tempo secara bertahap hingga bagian akhir gendhing tepat berada di titik tempo tercepat).
Atas dasar penjabaran tugas pengendhang tersebut di atas, saya memaklumi keistimewaan statusnya. Dan, saya juga dapat memahami predikat yang disematkan pada instrumen kendhang oleh para empu karawitan sebagai Pamurba Wirama.
III
Dulu, saya beranggapan bahwa Kethuk dan Kempyang adalah instrumen yang tidak penting, bahkan kadang kala saya anggap tidak ada gunanya untuk ikut dibunyikan dalam suatu pergelaran karawitan. Sehingga jabatan sebagai pengethuk membuat saya malu. Kesadaran bahwa saya adalah pangrawit yang paling bodoh di antara pengrawit lain selalu muncul saat saya mendapat jatah untuk nabuh kethuk. Tapi, sekarang, perasaan seperti itu sudah tidak pernah lagi ada. Bukan karena sekarang saya jarang ngethuk. Melainkan saya sudah mengerti betapa berharganya instrumen tersebut.
Kethuk adalah instrumen yang sangat sederhana, baik wujud maupun pola bunyinya. Bentuknya bulat, bagian tengah menonjol, persis bentuk Gong, ukurannya kecil (berdiameter kurang dari tigapuluh sentimeter). Bayangkan, pola seperti apa yang dapat dieksplor dari instrumen bernada tunggal ini?
Instrumen kempyang adalah pasangan instrumen kethuk. Bentuknya dapat dibilang sama. Hanya ukuran dan nadanya yang berbeda. Ukuran kempyang lazimnya lebih kecil daripada kethuk. Sedangkan nadanya lebih tinggi dibanding nada kethuk.
Kedua instrumen tersebut lazimnya dimainkan oleh satu orang. Oleh karena itu, kempyang dianggap hanya sebagai pasangan kethuk. Anggapan ini dikuatkan lagi oleh bukti bahwa ada bentuk gendhing tertentu yang memang tidak menggunakan kempyang.
Fungsi kethuk-kempyang ternyata sangat penting. Kedudukannya sama dengan instrumen Kenong, Kempul, dan Gong. Buktinya, kelima lambang instrumen itulah yang pasti digunakan dalam merumuskan bentuk gendhing. Dengan mengetahui pola permainan kelima instrumen tersebut, maka seorang pendengar sekalipun pasti dapat mengidentifikasi bentuk dari suatu gendhing yang disuguhkan. Sebagai contoh, misalnya, dua buah gendhing yang sebenarnya berbeda bentuk, sangat mungkin memiliki susunan melodi yang sangat mirip atau bahkan sama persis secara keseluruhan atau pada beberapa bagian tertentu. Jika hanya didengarkan alur melodinya, maka akan terkesan sama. Namun, jika memerhatikan pola permainan yang dijalankan oleh instrumen kethuk, kempyang, kenong, kempul, dan gong, apresiator akan tahu bedanya.
Macam-macam nama bentuk gendhing, delapan di antaranya adalah Gangsaran, Lancaran, Ketawang, Ladrang, Srepeg atau Playon, Sampak, Kemuda, Ayak-ayakan. Masih ada beberapa bentuk lagi yang dikenal di dalam karawitan. Tapi, maaf, tidak saya lengkapkan sekaligus, demi mengurangi jumlah kosakata bahasa Jawa di tulisan ini.
Berdasar keterangan di atas, maka kedudukan kethuk, kempyang, kenong, kempul, dan gong, dapat disimpulkan sebagai Pamengku Gendhing (unsur kerangka gendhing). Sedangkan fungsinya adalah sebagai Pamangku Gendhing (penanda identitas bentuk gendhing).
IV
Sepanjang pengalaman menjadi pangrawit, saya jarang mendapat kesempatan nabuh Demung, Saron, dan Slenthem. Mungkin karena perbendaharaan gendhing yang saya hapal memang terbukti hanya sedikit. Jika saya paksakan untuk nabuh demung dengan bantuan partitur (notasi tertulis), maka resiko yang harus saya antisipasi adalah tidak ajeg-nya tempo lagu karena konsentrasi terbagi untuk membaca notasi.
Selain masalah kekurangan kosa-gendhing, saya juga terbukti lemah secara fisik, sehingga cenderung beresiko menghasilkan volume bunyi melodi yang tidak rata jika memainkan instrumen demung. Atas kesadaran inilah, dalam setiap kesempatan nabuh, saya memaklumi keputusan teman-teman sesama pangrawit yang tidak menempatkan saya di instrumen demung, slenthem, dan saron (instrumen Balungan –mungkin karena bentuknya yang seperti bilah, menyerupai balung ‘tulang’).
Fungsi instrumen balungan adalah sebagai Pamangku Lagu (menjalankan lagu suatu gendhing). Jadi, kedudukannya adalah sebagai instrumen melodi pokok.
Berkaitan dengan melodi, di dalam karawitan ada beberapa istilah yang dikenal sebagai nama pola melodi, dua di antaranya adalah motif balungan Nibani dan motif balungan Mlampah/Mlaku. Motif balungan Nibani adalah pola melodi yang di dalam satu gatra (empat ketukan berurutan) hanya berisi dua nada, terletak pada ketukan genap (pertama dan ke-empat). Sedangkan motif balungan Mlampah adalah pola melodi yang di dalam satu gatra berisi empat nada, satu nada masing-masing pada tiap ketukan.
IV
Masih ada beberapa instrumen yang belum saya terangkan di tulisan ini, yaitu, Bonang Barung, Bonang Penerus, Gender Barung, Gender Penerus, Gambang, Rebab, dan Suling. Dan, masih ada beberapa instrumen karawitan lain yang meski memang jarang ditemui, digunakan, sekaligus dibahas, juga belum terbahas dalam tulisan ini. Namun, sengaja saya mengambil jeda sampai di sini. Semoga saya dapat melanjutkan tulisan ini di kesempatan berikutnya.
Sesuai dengan judulnya, juga sesuai dengan niat saya, tulisan ini mencoba berbagi pengetahuan tentang karawitan. Sebab, saya sadar, tidak semua orang memiliki minat untuk mengenal karawitan dalam wujud keterampilan bermusik.
Daya
dukung lingkungan seni budaya
Daya Dukung Lingkungan Seni Budaya Terhadap
Pengembangan Industri Pariwisata Di Kabupaten Wonogiri : Laporan Penelitian
Pengarang Hendrosaputro,
Waridi ; Sri
Mulyati ; Indrianto,
Bambang ; Institusi Fakultas
Sastra Universitas Sebelas Maret Tahun Terbit 1994 Kode Panggil 338.4791
Kode Panggil Lain 94/3377 Desc Fisik 105 hal. Subyek Tourist trade - Wonogiri,
Jawa Tengah Sari
Penelitian bertujuan untuk
menginventarisasi dan mendeskripsikan daya dukung seni budaya terhadap kegiatan
kepariwisataan, baik yang berupa cagar budaya maupun panorama, dan daya dukung
sosial ekonomi terhadap kegiatan kepariwisataan di Wonogiri. Teknik pengumpulan
data melalui wawancara, observasi dan pencatatan dokumen dan pengambilan sampel
secara internal. Model komparasi konstan dalam metode "grounded
research" digunakan dalam menganalisis data. Kesimpulan menyatakan bahwa
kegiatan sosial di daerah Wonogiri sangat beragam dan masih dilakukan secara
manual dan gotong royong. Kegiatan sosial ekonomi masyarakat adalah kerajinan
seni batik, seni tatah sungging, industri batu mulia, dls. Gotong royong terjadi
dalam sistem kerjabakti di lokasi pariwisata. Jenis kesenian yang dapat menjadi
daya dukung pengembangan kepariwisataan adalah seni tari, pedalangan,
karawitan, dan wayang kulit. Terdapat keterkaitan yang erat antara lingkungan
biofisik dengan karakteristik lingkungan masyarakat yaitu pembangunan lokasi
wisata dan penekanan arus urbanisasi serta peningkatan pendapatan masyarakat.
Daya dukung lingkungan dari segi tujuan wisata, ternyata mempengaruhi kehidupan
sosial ekonomi masyarakat, pelestarian dan pengembangan kesenian daerah, dan
memberi perlindungan terhadap cagar budaya dan rehabilitas panorama sebagai
aset wisata
Fungsi
inmstrumen gamelan dalam karawitan:
Oleh Saptono, Dosen PS Seni Karawitan
1. Ricikan/instrumen gamelan di dalam karawitan secara fungsional
musikal digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu;
(a). Kelompok ricikan
balungan, yaitu; ricikan-ricikan yang lagu permainannya sangat dekat dengan
kerangka gending (balungan gending). Ricikan/instrumen gamelan dalam kelompok
ini, yaitu; saron demung, saron barung, saron penerus, slentem, dan bonang
penembung.
(b). Kelompok
ricikan/instrumen garap, yaitu; ricikan-ricikan yang menggarap balungan
gending, yang dengan cera menafsirkan yang kemudian menerjemahkan lewat
vokabuler-vokabuler (konvensi) garapan. Rcikan/insrumen yang termasuk dalam
kelompok tersebut, yaitu; rebab, kendang, gender, gender penerus, bonang,
bonang oenerus, siter, suling, gambang, sinden, dan gerong.
(c). Kelompok
ricikan/instrumen struktural, yaiu;ricikan-ricikan yang membuat suatu jalinan
permainan dengan membentuk setruktur berdasarkan (menentukan) bentuk gending.
Ricikan/instrumen yang termasuk dalam kelompok tersebut, yaitu; kethuk,
kempyang, engkuk, kenong, kempul, gong, kecer, kemanak, keplok alok, dan
kendang.
Kelompok ricikan (a) disebut
dengan balungan, karena lagu permainan kelompok ricikan tersebut dekat dengan
lagu balungan gending terutama jika dibandingkan dengan pola permainan kelompok
ricikan yang lain. Beberapa musikolog seperti, Kunst (1949:167), Mantle Hood
(1954:3-9), Jodit Becker (1980:108-249), dalam (Supanggah, 1990:116),
menganggap bahwa ricikan balunganlah yang memainkan balungan gending. Dalam
kata lain, balungan gending adalah identik dengan lagu permainan saron atau
penembung. Menurut Supanggah, hal ini sedikit berbeda dengan pendapat
sarjana-sarjana Barat, bahwa para pengamat karawitan dalam negeri menyebut
balungan atau catatan gending yang dapat tertulis pada buku-buku atau
catatan-catatan gending yang ada pada saku pengrawit (bahwa balungan yang
ditulis sebenarnya juga berbeda dengan melodi saron). Lebih lanjut Supanggah,
bahwa catatan notasi balungan gending yang biasa ditabuh oleh ricikan balungan
sebenarnya masih merupakan bahan mentah yang perlu pengolahan lebih lanjut;
dengan kata lain perlu digarap oleh keseluruhan ricikan gamelan terutama
ricikan garap.
Untuk Memberikan komentar gunakan Fasilitas Forum >
Berita. Fasilitas ini dapat diakses melalui alamat: http://forum.isi-dps.ac.id
INDRA - Karawitan itu dunia yang manis,
halus, penuh rasa. Meskipun ghending bellagu keras,
nada
cepat, kehalusan rasa tetap ada. Dalam ghending juga terdapat kebersamaan yang
tidak mungkin ditinggal begitu saja. Belajar karawitan berarti belajar hidup
bersama, dan belajar menjadi manusia yang utuh.
Karawitan itu indah, penuh pesona. Lorong-lorong estetika tersemai halus dalam karawitan. Ghending yang paling sederhana pun tetap memuat daya estetika yang tinggi. Jadi belajar karawitan akan memperhalus estetika dan sekaligus etika. Aspek-aspek kemanusiaan akan muncul dalam karawitan. Satu penabuh dengan yang lain tidak akan mungkin berdiri sendiri, melainkan secara ritmissaling mewujudkan kepaduan yang mapan.
Laras manis adalah inti dari sebuah sajian karawitan. Sajian yang laras, akan terdengar, terasa indah, memikat dan bermakna. Manis, sudah barang tentu akan menciptakan harmoni dalam hidup. Hidup yang seimbang itu juga laras. Maka karawitwn itu akan menyeimbangkan hidup. Dari hidup yang kurang bermakna, tercipta keindahan hakiki.
Karawitan itu indah, penuh pesona. Lorong-lorong estetika tersemai halus dalam karawitan. Ghending yang paling sederhana pun tetap memuat daya estetika yang tinggi. Jadi belajar karawitan akan memperhalus estetika dan sekaligus etika. Aspek-aspek kemanusiaan akan muncul dalam karawitan. Satu penabuh dengan yang lain tidak akan mungkin berdiri sendiri, melainkan secara ritmissaling mewujudkan kepaduan yang mapan.
Laras manis adalah inti dari sebuah sajian karawitan. Sajian yang laras, akan terdengar, terasa indah, memikat dan bermakna. Manis, sudah barang tentu akan menciptakan harmoni dalam hidup. Hidup yang seimbang itu juga laras. Maka karawitwn itu akan menyeimbangkan hidup. Dari hidup yang kurang bermakna, tercipta keindahan hakiki.
Gamelan: Kesenian Indonesia yang Menjadi Primadona di Amerika
Gamelan adalah kesenian asli milik bangsa
Indonesia, alat musik dari logam ini dalam perkembangannya di negeri sendiri
seolah dianaktirikan, kadang ia dicap sebagai seni tradisional masyarakat
pinggiran dan ketinggalan jaman. Hal kontras justru terjadi di Amerika Serikat,
alat musik Jawa ini telah menjadi salah satu kurikulum pedidikan di negeri
Paman Sam tersebut.
Pelan tapi pasti, musik tradisi gamelan dan tarian asal
Indonesia yang sudah masuk Amerika serikat sejak 15 tahun yang lalu, sekarang
telah masuk dalam kurikulum pendidikan di negara Paman Sam ini dari tingkat
taman kanak sampai perguruan tinggi. Simak saja, perguruan tinggi terkemuka
seperti UCLA, San Diego, Berkeley, Wisconsin, Washington sudah menjadikan seni
tradisional Jawa ini menjadi salah satu dari kurikulum mereka dan yang lebih
membanggakan lagi adalah ketika rekaman gendhing/lagu/komposisi gamelan
“Puspawarna” dibawa dalam misi pendaratan manusia pertama di bulan oleh Neil
Amstrong dan dikumandangkan keseluruh dunia.
Walaupun terlambat, minat masyarakat Amerika akan tradisi
kesenian Indonesia ini semakin lama semakin meningkat, “Musik tradisi gamelan
dan tari asal Indonesia ini memang masuk ke Amerika agak terlambat dibanding
budaya tradisi asal negara lain, namun demikian perkembangannya cukup bagus dan
sekarang telah masuk dalam kurikulum pendidikan di negara adidaya tersebut”
kata Direktur Gamelan Sumunar Indonesia Music and Dance .
Sumunar Indonesia Music and Dance sendiri merupakan sebuah
organisasi seni pertunjukan yang rata-rata beranggotakan dosen, guru dan
mahasiswa secara khusus mempunyai misi untuk mempromosikan pengetahuan dan
apresiasi musik, tari dan budaya Indonesia melalui pertunjukan dan
pembelajaran. Kegiatan organisasi yang berbasis di Minnesota, Amerika Serikat
ini berfokus pada pertunjukan dan pembelajaran seni karawitan dan tari.
Sudah ada 15 ribu lebih orang Amerika Serikat yang
mempelajari gamelan dan tari asal Indonesia.
Presiden Sumunar Indonesia Music dan Dance, Linda James
dalam acara tersebut mengatakan sampai sekarang ini sudah ada 15 ribu lebih
orang Amerika Serikat yang mempelajari gamelan dan tari asal Indonesia dan
mereka sudah mempunyai 15 set gamelan yang kesemuanya dibeli dari perajin
gamelan di Bekonang, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Pada tanggal 5-19 Juli 2010 kemarin, Sebanyak 18 masyarakat
Amerika yang tergabung dalam Sumunar ini mengadakan tour ke Indonesia dengan
tujuan mengenal lebih dalam lagi akan musik tradisi gamelan dan tarian dari
negara asalnya, besar harapan mereka agar kegiatan seni ini bisa melakukan
kolaborasi dengan seni Amerika dengan gamelan yang asalnya dari kesenian Jawa.
Bupati Karanganyar, Rina Iriani Sri Ratnaningsih, menyambut
baik atas kedatangan rombongan dari Amerika Serikat yang telah mampu menabuh
gamelan dan menari Jawa. “Saya sangat kagum bahwa orang Amerika ternyata juga
senang dengan gamelan dan menari Jawa. Semestinya kita juga malu kalau tidak
bisa menabuh gamelan dan menari”. ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut, Rina juga menawarkan kepada
rombongan asal Amerika ini untuk bisa datang kembali ke Karanganyar dengan
membawa peserta yang banyak dan nanti akan diberikan hiburan berbagai kesenian
tradisi Jawa yang lebih lengkap lagi. Bupati dalam kesempatan tersebut juga
ikut menari bersama-sama dengan para rombongan dari Amerika ini dengan menari
Gambyong dan juga menabuh gamelan.
Tidak hanya di Amerika Serikat saja, seni tradisi gamelan
menjadi primadona, tetapi grup kesenian dari Jepang pun mendirikan sebuah
kelompok gamelan yang diberi nama Lambangsari Gemakan Gamelan. Tidak
ketinggalan juga, arensemen gamelan juga berhasil mencuri hati masyarakat
Norwegia pada saat komunitas pemain gamelan, Gamelan Shokbreker bermain dengan
memadukan antara musik tradisional Gamelan Indonesia dengan musik jazz
kontemporer yang modern.
Ketika kita berbicara mengenai seni dan
budaya di Indonesia, maka kita akan teringat dengan satu kesenian musik yang
kita kenal dengan kesenian gamelan. Seni gamelan di Indonesia berkembang di
beberapa tempat di nusantara khususnya jawa dan sekitarnya seperti Jawa, Sunda,
Bali, Bugis dan lainnya. Belum ada kejelasan tentang sejarah asal-usul
munculnya gamelan. Diperkirakan kesenian ini berrkembangan sejak orang-orang
membuat kentongan, rebab, gesekan tali atau bambu tipis yang bernada, hingga
akhirnya dikenal alat musik dari logam.
Seni musi gamelan di setiap daerah
memiliki karakter yang khas. Misalnya seni gamelan
Jogyakarta memiliki kekhasan gamelan Jawa. Seni gamelan Jawa ini cenderung
memainkan nada yang lebih lembut dan ‘slow’ jika dibandingkan dengan
yang lainnya. Berbeda dengan seni gamelan Bali yang cenderung rancak atau seni
gamelan Sunda yang iramanya mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Adanya
perbedaan ini tergantung pada penuangan filsafah pandangan hidup masing-masing
etnis.
Bagi
masyarakat Jawa, musik gamelan adalah abstraksi pandangan hidup yang bertumpu
pada keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam bertutur kata
dan bertindak, serta toleransi antar sesama. Pandangan hidup ini seolah
terpampang seiring saat ‘sang seniman’ menarik tali rebab dengan sedang,
berpadu dengan bunyi kenong yang seimbang, saron, kendang dan gambang serta
suara gong pada setiap penutup irama.
Kesenian musik gamelan terus berkembang
dengan pesat. Masyarakat local, khusunya jawa bagian timur sangat menggemari
kesenian ini. Hingga pada perkembangan selanjutnya kesenian musik ini dipakai
untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian. Barulah pada beberapa waktu
sesudahnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para
sinden.
Saat ini seni musik gamelan tidak hanya
berkembang di Indonesia tetapi juga
diminati
masyarakat mancanegara. Ternyata, seni gamelan di negara barat tidak hanya
dijadikan sebagai inspirasi untuk mengembangkan musik-musik barat, tetapi juga
diajarkan ke berbagai organisasi dan lembaga bahkan di penjara-penjara seperti
di Inggris. Para seniman barat mulai berpikir untuk mengembangkan suatu seni
sebagai tradisi untuk mencari jati diri bangsa. Untuk itu tidak mengherankan
kalau para musikus barat dalam mencari jati dirinya banyak yang berpaling ke
budaya timur yang masih asli.
Gamelan sungguah telah menularkan
keelokan irama yang mendalam bagi masyarakat dunia. Tak ayal jika gamelan kini
dapat dijumpai dimana-mana. Bahkan konon katanya, di Amerika Serikat (AS) ada
500 perangkat gamelan lebih, di Ingris, Jepang ada sekitar 100 perangkat
gamelan dan ada di Australia, Jerman, perancis dan bahkan di Singapura hampir tiap
Sekolah Dasar memiliki gamelan.
Inilah kesenian kita. Hebat bukan?
Kitalah pemilik kesenian gamelan. Mari kita lestarikan warisan bangsa ini.
Jangan sampai kita tertinggal oleh para ‘peminjam’ kesenian kita…
RANGKUMAN
Karawitan, rawit, dari bahasa sanskrit (sansekerta ):
kehalusan budi, rumit, gotongroyong, menghargai fungsi lain
Ngelmu iku kelakone
kanthi laku
Lekase klawan kas
tegesekas nyantosani,
setya budya pangekesing dur angkara
Tembang pucung diatas , termasuk sekar macapat,
Gamelan disebut juga gansa (tiga sedasa) tiga bagian bahan
rejasa /suwangsa , sedasa (10) bagian tembaga
Gamelan yang teknis
bermainnya digesek adalah rebab, yang dipetik namanya siter / kecapi/
clempung
Bagian dari gamelan DARI LOGAM (besi, kuningan, perunggu)disebut wilahan, gamelan dikatakan lengkap jika gamelan tersebut jangkep(lengkap) ricikan-nya ( satu persatu bagian dari seluruh perangkat
karawitan , misal ricikan demung slendro berarti satu set demung dan ada bagian
setiap nadanya. Pada jaman awal
penciptaan gamelan, menurut serat
wedapradangga gamelan yg pertama dibuat adalah gamelan lokananta ,yg
menciptakan adalah bathara(sangyhang) guru. Sedangkan jaman kerajaan demak ada bentuk gamelan yang disebut gamelan sekaten .
Untuk belajar gamelan penting memiliki modal awal yaitu tidak buta irama dan nada. Ricikan
gamelan dibagi menjadi dua yaitu bagian
lagu dan bagian irama, utk bagian lagu adalah gender, rebab,
bonang,siter,suling gambang . lainnya termasuk bagian irama . tinggi rendahnya
nada/laras pada gamelan disebut pathet, lagu yang keluar dari gamelan disebut
gending, lagu yang keluar dari manusia disebut sekar atau tembang, cepat dan
pelannya gending disebut wirama (irama).
Pada penulisan notasi karawitan , misal - 5 – 3 maka dinamakan untuk nada lima adalah dong alit Sedangkan nada
tiga dinamakan dong ageng. Bentuk gending adalah lancaran (lcr),
ladrang(ldr),ketawang(ktw), srepegan, dolanan .
Nama perangkat gamelan :
Bobang barung dan
penerus
Kenong, gong, kempul,
demung, saron, peking, kendang, kethuk, slenthem,
Rebab, siter, gender,
gambang.
Tempat
menggantung gong dan kempul dinamakan gayor,,,,,,,,tali
untuk menggantung pluntur
Tempat
demung saron, peking dinamakan rancak-an
Tempat
kendang dinamakan plangkan
Teknik
gembyangan boning nada panutan adalah pada dong
ageng
Karawitan juga tersebar di jawa, Madura,
bali,sunda .
Kendang
sebagai pamurbha irama
Jumlah kempul dalam karawitan jangkep 7 pelog
dan 6 slendro ( 11 biji )
Gong barang dimainkan hanya pada jatuhnya gong
pada nada 1 slendro dan 7 pelog .
Ketuk
sebagai pemangku irama
Alat karawitan yg membunyikannya gesek “ rebab
“ yg dipetik “ siter “
Gender sebagai pemangku lagu
Urutan nada
rendah ke tinggi disebut titi laras
BENTUK GENDING ; LANCARAN, LADRANG, KETAWANG,
DOLANAN, JINEMAN
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus